BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
tidak mungkin berjalan secara ajeg tanpa adanya perubahan-perubahan. Perubahan
akan menuntun kita kepada tujuan awal yang ingin dicapai karena pendidikan
tidak selalu berjalan mulus seperti yang diharapkan dalam benak kita. Selalu
ada liku di setiap perjalanannya yang terkadang membuat sang pelaku pendidikan
merasa kurang nyaman. Pelaku pendidikan yang dimaksud dalam hal ini tentunya
para pendidik maupun peserta didik. Problem-problem dalam pendidikan seakan
menjadi bumbu yang menghadirkan suatu dilema yang tak kunjung usai.
Pendidikan
jarak jauh atau dapat juga disebut sebagai pembelajaran jarak jauh, mungkin
sudah mulai dilirik oleh para pelaku pendidikan untuk dijadikan salah satu
solusi dari sekian banyak problem pendidikan. Lebih tepatnya lagi mulai menjadi
“trend-center” dalam dunia pendidikan kita. Sebenarnya
istilah tersebut sudah lama digaungkan bahkan diterapkan oleh para pendidik
maupun peserta didik dalam suatu proses pembelajaran yang notabene dalam hal
ini lebih banyak dilakukan secara terpisah di luar kelas. Secara terpisah
disini berarti antara pendidik dan peserta didik tidak berada dalam satu
ruangan yang sama bahkan waktunyanya pun bisa berbeda. Interaksi pendidik dan
peserta didik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, misal dengan
melakukan chatting lewat koneksi internet (langsung) maupun dengan berkirim
email untuk sekedar mengumpulkan tugas (tidak langsung). Tentunya suatu proses
pembelajaran yang seperti ini juga memiliki kekurangan dalam pengaplikasiannya.
Oleh karenanya diperlukan kecerdikan para pendidik dalam meminimalisir
kekurangan yang ada. Tentunya dengan memperhatikan kondisi ekonomi, sosial,
budaya, serta karakteristik belajar masing-masing sasaran yang akan dituju
(peserta didik). Apakah teori belajar yang sesuai untuk diterapkan dalam
pembelajaran semacam ini? Apakah peserta didik mudah dalam menangkap materi
yang disampaikan?
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah
pengertian dan hakikat pembelajaran jarak jauh (e-learning) yang telah dipahami selama ini?
2. Bagaimana
analisis teori-teori belajar untuk pembelajaran jarak jauh (e-learning)?
3. Teori
belajar manakah, yang tidak sesuai dan yang sesuai untuk pembelajaran jarak
jauh (e-learning)?
4. Bagaimanakah
penerapan teori belajar dalam pembelajaran jarak jauh (e-learning)?
C. Tujuan
Adapun
tujuan yang diharapkan akan tercapai, setelah membaca dan memahami makalah ini,
yakni sebagai berikut:
1. Dapat
mengetahui dan memahami arti dan hakekat pembelajaran jarak jauh (e-learning)
2. Mampu
menganalisis teori-teori belajar untuk pembelajaran jarak jauh
3. Mampu
mencari solusi ketika mengalami kesulitan dalam menerapkan salah satu teori
belajar dalam pembelajaran jarak jauh
4. Dapat
mengkombinasikan beberapa teori belajar dalam pembelajaran jarak jauh
5. Dapat
menggunakan teori belajar yang tepat dalam pembelajaran jarak jauh
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Hakikat Pembelajaran Jarak Jauh (e-learning)
1.
Pengertian,
Faktor, dan Prinsip dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Pembelajaran
jarak jauh seperti yang sering kita dengar merupakan pembelajaran yang mengutamakan kemandirian.
Guru dapat menyampaikan materi ajar kepada peserta didik tanpa harus bertatap
muka langsung di dalam suatu ruangan yang sama. Pembelajaran semacam ini dapat
dilakukan dalam waktu yang sama maupun dalam waktu yang berbeda.
Pernyataan
tersebut diperkuat oleh pendapat dari Hamzah B.Uno dalam bukunya yang berjudul Model Pembelajaran yang menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh adalah
sekumpulan metode pengajaran di mana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara
terpisah dari aktivitas belajar. Pemisah kedua kegiatan tersebut dapat berupa jarak
fisik maupun nonfisik (2007:34). Jarak fisik dalam artian lokasi, dan jarak
nonfisik yakni kondisi. Melalui PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) pula dimungkinkan antara pengajar dan pembelajar
berbeda tempat bahkan bisa dipisahkan oleh jarak
yang sangat jauh (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_Jarak_Jauh).
Selain
itu pula, dalam pembelajaran jarak jauh dikenal pula istilah E-Learning.
E-learning merupakan metode penyampaian yang digunakan dalam pembelajaran jarak
jauh. E-learning dapat dipahami sebagai metode penyampaian dengan komputer dan
memanfaatkan teknologi internet serta pemrograman yang memungkinkan para
peserta didik untuk berinteraksi dengan bahan-bahan pelajaran melalui chat
room (ruang komunikasi) misalnya. (sumber: http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/p11.htm)
Pada
pelaksanaannya ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan, agar sistem
pendidikan (pembelajaran) jarak jauh dapat berjalan dengan baik, yakni
perhatian, percaya diri pendidik, pengalaman, mudah menggunakan peralatan,
kreatif menggunakan alat, dan menjalin interaksi dengan peserta didik.
Seperti yang
telah disinggung di atas, bahwa pembelajaran jarak jauh memungkinkan para
peserta mengambil kelas kapanpun dan dimanapun. Hal ini memungkinkan mereka
untuk menyesuaikan pendidikan dan pelatihannya dengan tanggung jawab dan
komitmen-komitmen lainnya, seperti keluarga dan pekerjaan. Ini juga memberi
kesempatan kepada para peserta didik yang mungkin tidak dapat belajar
karena keterbatasan waktu, jarak atau dana untuk ikut serta. Walaupun demikian
untuk menerapkan pembelajaran jarak jauh tersebut kita juga harus memperhatikan
prinsip-prinsip dalam pembelajaran jarak jauh, yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan
yang jelas. Perumusan tujuan harus jelas, spesifik, teramati, dan terukur untuk
mengubah perilaku peserta didik.
2. Relevan
dengan kebutuhan. Program belajar jarak jauh harus relevan dengan kebutuhan
peserta didik, masyarakat, dunia kerja, atau lembaga pendidikan.
3. Mutu
pendidikan. Pengembangan program belajar jarak jauh upaya meningkatkan mutu
pendidikan yaitu proses pembelajaran yang ditandai dengan pembelajaran lebih
aktif atau mutu lulusan yang lebih produktif.
4. Efisiensi
dan efektivitas program. Efisiensi mencakup penghematan dalam penggunaan biaya,
tenaga, sumber dan waktu, sedapat mungkin menggunakan hal-hal yang tersedia.
5. Efektivitas.
Memperhatikan hasil-hasil yang dicapai oleh lulusan, dampaknya terhadap program
dan terhadap masyarakat.
6. Pemerataan.
Hal ini berkaitan dengan pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, khususnya
bagi yang tidak sempat mengikuti pendidikan formal karena lokasinya jauh atau
sibuk bekerja.
7. Kemandirian.
Kemandirian baik dalam pengelolaan, pembiayaan, maupun dalam kegiatan belajar.
8. Keterpaduan.
Keterpaduan, yang dimaksud adalah keterpaduan berbagai aspek seperti
keterpaduan mata pelajaran secara multi disipliner.
9. Kesinambungan.
Penyelenggaraan belajar jarak jauh tidak insidental dan sementara, tetapi
dikembangkan secara berlanjut dan terus menerus. (Sumber: http://blog.tp.ac.id/penerapan-pembelajaran-jarak-jauh-dalam-pembelajaran)
2.
Kelemahan
dan Kelebihan Pembelajaran Jarak Jauh (E-Learning)
Jika Kita
lihat prinsip-prinsip di atas, penggunaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) dapat
sangat efektif, khususnya bagi para peserta yang lebih dewasa dan memiliki
motivasi kuat untuk mengejar sukses dan senang diberi kepercayaan melakukan
proses belajar secara mandiri. Tetapi, kesuksesan Pembelajaran Jarak Jauh yang
meninggalkan ketaatan pada jadwal seperti pada proses pembelajaran tatap muka,
bukanlah merupakan suatu pilihan yang mudah baik bagi instruktur maupun peserta
didik. Maka dari itu PJJ memiliki keterbatasan
sekaligus kelebihan. Berikut kelebihan pembelajaran jarak jauh (Rusman.
2011:351) :
a)
Tersedianya fasilitas e-moderating di mana pendidik dan
peserta didik dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet tanpa
dibatasi oleh jarak, tempat, waktu.
b)
Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan
di mana saja kalau diperlukan.
c)
Bila peserta didik memerlukan tambahan
informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan
akses di internet secara mudah.
d)
Baik pendidik maupun peserta didik dapat
melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang
banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
e)
Peserta didik dapat
benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar-mengajar karena ia senantiasa
mengacu kepada pembelajaran mandiri untuk pengembangan diri pribadi. (Oemar
Hamalik, 1994:52)
Walaupun demikian, pembelajaran jarak
jauh juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan, antara lain (Rusman.
2011:352) :
a)
Kurangnya interaksi
antara pendidik dan peserta didik atau bahkan antarsesama peserta didik itu
sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses pembelajaran.
b)
Kecenderungan
mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya
aspek bisnis/komersial.
c)
Masalah ketepatan dan
kecepatan pengiriman modul dari puast pengelolaan pembelajaran jarak jauh
kepada para peserta di daerah sering tidak tepat waktu, dank arenanya dapat
menghambat kegiatan pembelajaran. (Oemar Hamalik, 1994:53)
d)
Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi
cenderung gagal.
e)
Dukungan administratif untuk proses
pembelajaran jarak jauh dibutuhkan untuk melayani jumlah peserta didik yang
mungkin sangat banyak.
3.
Unsur-Unsur
dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Pendidikan
jarak jauh berbasis web antara lain
harus memiliki unsur sebagai berikut (Hamzah B.Uno.2007:39):
a)
Pusat kegiatan siswa;
sebagai suatu community web based
distance learning harus mampu menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan
mahasiswa, di mana mahasiswa dapat menambah kemampuan, membaca materi kulia,
mencari informasi,dan sebagainya.
b)
Interaksi dalam grup; para siswa dapat
berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan materi-materi yang diberikan
guru. Guru dapat hadir dalam grup ini untuk memberikan sedikit ulasan tentang
materi yang diberikannya.
c)
Sistem administrasi
mahasiswa; di mana para mahasiswa dapat melihat informasi mengenai status
mahasiswa dll.
d)
Pendalaman materi dan
ujian
e)
Perpustakaan digital;
bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk data base.
f)
Materi online diluar materi kuliah; untuk
menunjang perkuliahan, diperlukan bahan bacaan dari web lain.
B.
Analisis
Teori Belajar dalam Pembelajaran Jarak Jauh (e-learning)
Berdasarkan beberapa halmenyangkut
penjabaran tentang pembelajaran jarak jauh, baik pengertian, prinsip, faktor,
dll, menurut kelompok Kami, ada tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai
dasar pembelajaran jarak jauh (E-Learning)
yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme. Hal ini tidak terlepas
dari pendapat-pendapat ahli dan penjelasan dari beberapa sumber referensi.
Berikut penjabarannya:
Behaviorisme
Aliran behavioristik menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, disebabkan oleh stimulus eksternal. Mereka melihat pikiran sebagai ”kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus dapat diamati secara kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses berfikir yang terjadi di pikiran. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang relevan untuk merealisasikan materi e-learning berkaitan dengan pemikiran behavioristik:
Aliran behavioristik menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, disebabkan oleh stimulus eksternal. Mereka melihat pikiran sebagai ”kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus dapat diamati secara kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses berfikir yang terjadi di pikiran. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang relevan untuk merealisasikan materi e-learning berkaitan dengan pemikiran behavioristik:
1. Bahan ajar sebaiknya dipecah menjadi
langkah-langkah instruksional yang dihadirkan secara deduktif, yaitu dimulai
dengan rumus, hukum, kategori, prinsip, definisi, dengan memberikan
contoh-contoh untuk meningkatkan pemahaman.
2. Perancang harus menetapkan urutan
pengajaran dengan menggunakan percabangan bersyarat ke unit instruksional lain.
Umumnya, kegiatan diurutkan dari mudah ke sukar atau kompleks.
3.
Untuk
meningkatkan efisiensi belajar, siswa diminta mengulangi bagian tertentu maupun
mengerjakan tes diagnostik. Meskipun demikian, perancang dapat juga mengijinkan
siswa memilih pelajaran berikutnya, yang memungkinkan siswa mengontrol proses
belajarnya sendiri.
4. Pendekatan behavioristik menyarankan
untuk mendemonstrasikan ketrampilan dan prosedur yang dipelajari. Siswa
diharapkan meningkatkan kemahirannya melalui latihan berulang-ulang dengan
umpanbalik yang tepat. Pesan-pesan pemberi semangat digunakan untuk
meningkatkan motivasi.
Secara
keseluruhan, behaviorisme merekomendasi pendekatan terstruktur dan deduktif
untuk mendesain bahan ajar, sehingga konsep dasar, ketrampilan, dan informasi
faktual dapat cepat diperoleh siswa. Implikasi lebih jauh terhadap e-learning adalah belajar secara drill,
memilah-milah bahan ajar, mengases tingkat prestasi, dan memberikan umpan balik.
Tetapi, efektivitas pendekatan desain behaviorisme untuk tugas-tugas berfikir
tingkat tinggi masih belum terbukti.
Kognitivisme
Teoretikus
kognitif mengakui bahwa banyak pembelajaran yang melibatkan asosiasi-asosiasi
yang terbentuk melalui hubungan dan pengulangan. Mereka juga mengakui
pentingnya penguatan, meski mereka menekankan perannya dalam memberikan umpan
balik tentang kebenaran respons atas perannya sebagai motivator (Mark K. Smith,
2009: 81).
Aliran kognitif
menganggap bahwa belajar merupakan proses internal yang melibatkan memori,
motivasi, refleksi, berfikir, dan meta kognisi. Psikologi kognitif meliputi
proses belajar dari pemrosesan informasi, dimana informasi diterima di
bermacam-macam indera, ditransfer ke memori jangka pendek dan jangka panjang.
Informasi menjalani aliran transformasi dalam pikiran manusia sampai informasi
tersebut tersimpan secara permanen di memori jangka panjang dalam bentuk
paket-paket pengetahuan. Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut
untuk merealisasi materi E-Learning.
a. Strategi pembelajaran sebaiknya
meningkatkan proses belajar dengan mendayagunakan semua indera, memfokuskan
perhatian siswa melalui penekanan pada informasi penting, dan menyesuaian
dengan level kognitif siswa.
b. Perancang instruksional sebaiknya
mengaitkan informasi baru dengan informasi lama yang telah ada di memori jangka
panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan awal untuk
mengaktifkan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk materi ajar baru.
c. Bahan ajar sebaiknya memasukkan
aktivitas untuk gaya belajar yang berbeda-beda.
d. Siswa perlu dimotivasi untuk belajar
melalui strategi belajar yang menstimulasi motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik.
e. Strategi pembelajaran sebaiknya
mendorong siswa menggunakan ketrampilan meta kognitifnya dengan cara merefleksi
apa yang mereka pelajari.
f. Strategi pembelajaran sebaiknya
menghubungkan materi ajar dengan situasi riil, sehingga siswa dapat mengaitkan
pengalaman mereka sendiri.
Secara
keseluruhan, perancang instruksional harus memikirkan mulai dari perbedaan
aspek-aspek gaya belajar sampai motivasi, kolaborasi maupun meta kognitif.
Pendekatan berfokus pada kognitif sesuai untuk mencapai tujuan belajar tingkat
tinggi. Kelemahannya adalah jika siswa tidak mempunyai pengetahuan prasyarat.
Konstruktivisme
Aliran
konstruktivisme menganggap bahwa siswa membangun pengetahuannya dari pengalaman
belajarnya sendiri. Kegiatan belajar lebih
dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari
fakta-fakta yang terlepas-lepas. (C. Asri Budiningsih. 2008: 58)
Dalam
konstruktivistik, belajar dapat dilihat sebagai suatu proses yang aktif, dan
pengetahuan tidak dapat diterima dari luar mapun dari orang lain. Siswa
sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan bukan diberi
pengetahuan melalui pembelajaran. Perancang instruksional harus memikirkan
aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi e-learning:
a. Siswa diberi kesempatan melakukan aktivitas
seperti menerapkan informasi pada situati riil, memfasilitasi penafsiran
personal terhadap materi ajar, mendiskusikan topik-topik dalam kelompok.
b. Untuk mendorong siswa membangun
pengetahuan mereka sendiri, guru harus memberikan pembelajaran online yang
interaktif. Siswa harus mempunyai inisiatif untuk belajar dan berinteraksi
dengan siswa lain.
c. Sebaiknya digunakan strategi
pembelajaran kolaboratif. Bekerja dengan siswa lain memberikan siswa pengalaman
riil dan memperbaiki ketrampilan meta kognitif mereka.
d. Siswa sebaiknya diberi waktu untuk
merefleksikan materi ajar. Pertanyaan pada materi ajar dapat digunakan untuk
meningkatkan refleksi.
e. Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan
ilustratif dengan cara memberikan contoh-contoh dan studi kasus. Disamping itu,
aktivitas sebaiknya mendorong siswa menerapkan materi ajar.
f.
Ketika
belajar memfokuskan pada pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang
baru, e-learning menghadapi masalah
yaitu tujuan belajar psikomotorik, afektif, dan berfikir tingkat tinggi sulit
dicapai dalam fase belajar virtual. Maka disarakan memberikan cara lain seperti
aktivitas sosial maupun interaksi dengan siswa lain, belajar berbasis konteks,
penilain kinerja untuk mengatasi masalah tersebut. (Sumber: http://choymaster.blogspot.com/2009/03/teori-belajar-e-learning.html)
Dari pemaparan ketiga teori di
atas, kelompok Kami berpendapat bahwa Teori belajar behaviorisme, kognitivisme,
dan konstruktivisme melandasi pengembangan desain pembelajaran jarak jauh.
Teori behaviorisme menjadi rujukan dalam mengembangkan desain pembelajaran
khususnya dalam bentuk pemberian umpan balik dalam latihan soal dan petunjuk
praktis dalam tugas. Teori kognitivisme menjadi acuan dalam mengembangkan
dan mengorganisasi materi serta aktivitas pembelajaran. Mengacu pada teori
kognitivisme, maka materi dan aktivitas pembelajaran didesain agar
pembelajaran memiliki makna bagi diri peserta didik, dan menumbuhkan
partisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Teori konstruktivisme menjadi
inspirasi dalam mengembangkan bahan ajar, tugas dan diskusi agar mengandung
muatan-muatan yang bersifat kontekstual dan memberikan pengalaman belajar
peserta didik.
C.
Implementasi
Teori Belajar dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Sistem
pembelajaran jarak jauh berbasis web adalah suatu pertemuan antara tiga
perkembangan teknologi dan tadisi, yaitu : distance
learning, computer-conveyed education, dan teknologi internet (internet
technology).
Pada
mulanya, “Distance learning” dikembangkan pertama kali di Amerika Serikat,
Perancis, Jerman, dan Inggris pada pertengahan tahun 1800 oleh William Horton, Designing Web Based-Training, Wiley.
Pada tahun 1840, Sir Isac Pitman mengajar jarak jauh menggunakan surat. Dan
pada tahun 1980 an, International
Correspondence Schools (ICS) membangun metode perkuliahan “home-study
courses” pada saat itu dikarenakan faktor kemananan pada era itu. (http://portalkuliah.blogspot.com/2009/01/sistem-pembelajaran-jarak-jauh-berbasis.html)
Di
negara maju, pendidikan jarak jauh telah menjadi alternative pendidikan yang
cukup digemari. Pendidikan ini diikuti oleh para mahasiswa, karyawan,
eksekutif, bahkan ibu rumah tanggadan orang lanjut usia. Hampir separuh dari
sekitar 3900 lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat menyelenggarakan
sejenis pendidikan jarak jauh. Pendidikan jarak jauh bukanlah hal yang baru.
Pada awalnya dimulai dengan kursus tertulis dan dalam bentuk pendidikan tinggi
formal berbentuk Universitas terbuka. Pada awal terselenggaranya pendidikan
jarak jauh oleh masyarakat di anggap sebagai jenis pendidikan alternatif atau
pendidikan kelas dua. Masih kalah dengan pendidikan konvensional yang
mengharuskan kehadiran mahasiswa.
Di
Indonesia sendiri pendidikan jarak jauh masih belum berkembang dengan pesat
dikarenakan pembatasan struktur budaya dan regulasi yang ada. Namun demikian,
tidak mustahil bahwa Indoneia harus mengikuti kecenderungan yang terjadi secara
global ini. Keberhasilan pendidikan jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi
maksimal antara dosen dan mahasiswa, antara mahasiswa dengan berbagai fasilitas
pendidikan, antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, dan adanya pola
pendidikan yang aktif dalam interaksi tersebut.
BAB
III
PENUTUP
Seperti
pada pembahasan di atas menerangkan bahwa pembelajaran jarak jauh merupakan
pembelajaran yang berciri khas kemandirian. Pembelajaran jarak jauh merupakan
salah satu alternatif untuk mengatasi suatu masalah dalam pembelajaran. Misalnya,
memberikan kemudahan bagi siswa yang mengalami kesulitan untuk mengakses
pembelajaran karena jarak yang yang jauh.
Dalam
pelaksanaannya, pembelajaran jarak jauh ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, misalnya interaksi, pengalaman,dll. selain itu juga dalam
pembelajaran jarak jauh terdapat 9 prinsip dan unsur-unsur yang perlu diperhatikan.
Pada
pembahasan di atas juga menjabarkan teori belajar mana yang ada dan sesuai
untuk diterapkan dalam pembelajaranjarak jauh, yakni teori behavioristik,
kognitif, dan psikomotor. Teori behaviorisme menjadi rujukan dalam
mengembangkan desain pembelajaran khususnya dalam bentuk pemberian umpan balik
dalam latihan soal dan petunjuk praktis dalam tugas. Teori kognitivisme
menjadi acuan dalam mengembangkan dan mengorganisasi materi serta aktivitas
pembelajaran. Dan Teori konstruktivisme menjadi inspirasi dalam mengembangkan
bahan ajar, tugas dan diskusi agar mengandung muatan-muatan yang bersifat
kontekstual dan memberikan pengalaman belajar peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
C. Asri
Budiningsih. 2008. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik
Oemar. 1994. Sistem Pembelajaran Jarak
Jauh dan pembinaan Ketenagaan. Bandung: Trigenda Karya.
Hamzah
B.Uno. 2007. Model Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Rusman.
2011. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Smith,
Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan
Pengajaran. Yogyakarta: Mirea.
http://choymaster.blogspot.com/2009/03/teori-belajar-e-learning.html. Diakses
Pada Hari Minggu 16 September 2012.
http://portalkuliah.blogspot.com/2009/01/sistem-pembelajaran-jarak-jauh-berbasis.html.
Diakses
Pada Hari Minggu 16 September 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_Jarak_Jauh. Diakses
Pada Hari Senin 17 Sepetember 2012.
http://blog.tp.ac.id/penerapan-pembelajaran-jarak-jauh-dalam-pembelajaran.
Diakses
Pada Hari Senin 17 Sepetember 2012.
0 komentar:
Post a Comment